Obat Bukan Kemoterapi Diluncurkan

JAKARTA, KOMPAS - Kabar baik untuk penderita kanker paru. Kini tersedia tablet untuk terapi oral yang mampu menghambat perkembangan sel kanker dengan efek samping yang minimal. 

Untuk wilayah Indonesia, obat dengan nama generik erlotinib itu diluncurkan di Jakarta, Sabtu (10/2), bertepatan dengan Pertemuan Ilmiah Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Ke-5. 

"Obat ini merupakan obat lini kedua jika kemoterapi tidak memberikan hasil yang memuaskan," kata Benjamin P Margono, pakar kanker paru yang juga adalah guru besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSU Dr Soetomo. 

Hasil penelitian menunjukkan, erlotinib yang diberikan satu kali sehari mampu memperpanjang hidup pasien kanker paru jenis non-small cell lung cancer atau kanker paru bukan sel kecil. Jenis kanker ini merupakan 80 persen kasus kanker yang ada. Selain memperpanjang hidup, erlotinib meningkatkan kualitas hidup pasien dengan menghilangkan gejala yang menyertai kanker paru, seperti sesak napas dan batuk. 

Erlotinib bukan kemoterapi. Obat ini secara langsung menghambat pertumbuhan sel tumor sehingga efek sampingnya seperti mual muntah sangat minimal serta tidak membuat rambut menjadi rontok. Selain itu, sangat jarang terjadi efek samping yang membahayakan jiwa. 

"Obat ini bisa menjadi alternatif jika pasien tidak bersedia dikemoterapi. Akan tetapi, pasien harus diberi informasi yang lengkap," ujar Benjamin. Response rate kemoterapi yang biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dua obat berkisar 30 persen. Adapun response rate erlotinib sekitar 15-18 persen. 

Menurut Kepala Divisi Medical Management Roche Indonesia, Stephanus Kairupan, selain mual muntah ringan, efek samping yang bisa terjadi akibat minum erlotinib adalah rash atau bercak-bercak merah pada kulit serta diare. 

Namun, seperti dijelaskan Benjamin, justru yang menjadi masalah saat ini bahwa kanker paru baru bisa dipastikan jika perjalanan penyakit sudah mencapai 80 persen, yaitu pada stadium IIIB atau IV. Pada saat itu kemampuan bertahan pasien sudah sangat rendah. Pasalnya, teknik pencitraan, misalnya foto rontgen, baru bisa melihat jika sel kanker sudah berlipat 32 kali. Padahal, saat sel kanker berlipat 40 kali, pasien biasanya tidak dapat bertahan. Diagnosis kanker paru ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi pada jaringan tubuh yang dicurigai mengandung sel kanker. 

Terapi target 

Ahmad Hudoyoâ€â€�dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Persahabatanâ€â€�menyatakan, penanganan kanker paru kini mulai menggunakan terapi target. Hal ini berbeda dengan kemoterapi yang tidak memiliki target tertentu sehingga semua sel tubuh yang muda pun kena, termasuk pada sel darah merah, sel darah putih, dan sel pada rambut. 

Pada terapi target yang menggunakan obat erlotinib, fokusnya pada reseptor yang ada pada kanker. Sementara rambut, sel darah merah, dan sel darah putih tidak punya reseptor. Obat ini juga menghambat pertumbuhan sel tumor dan dapat digunakan pada pasien yang dirawat intensif. 

"Efek sampingnya ringan, yakni jerawatan, kemerahan pada kulit, gatal-gatal, kadang diare," ujarnya. 

Hanya saja, diakuinya bahwa obat ini harganya masih relatif mahal, yakni sekitar Rp 700.000 per tablet dan harus dikonsumsi sekali sehari dalam jangka panjang. "Selain itu, tidak semua penderita kanker paru cocok diberikan obat ini. Yang cocok adalah pasien tidak merokok. Sementara pada pasien merokok atau memiliki riwayat merokok, hasilnya kurang bagus," kata Hudoyo. 

Ia juga mengungkapkan bahwa masalah utama penanganan kanker paru adalah kebanyakan pasien datang ketika sudah memasuki stadium lanjut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Rahasia Besar Dibalik Sukses Bisnis Online